Kemplang Pedes

Friday, October 19, 2007

Lebaran Nelat

Ini pertama kalinya kami sekeluarga karena alasan tertentu menjalani hari lebaran di Yogyakarta alias tidak mudik ke mana-mana. Ini juga untuk pertama kalinya lebaran kami sehari lebih terlambat ketimbang penduduk kebanyakan. Bagi kaum Muhammadiyah, yang menjadi komunitas mayoritas di Yogyakarta, penentuan hari lebaran sudah dilaksanakan jauh hari sebelum mendekati lebaran.

Ada beberapa alasan saya men-drive keluarga saya untuk berpuasa tetap 30 hari, yaitu :
1. Ulama-ulama di Muhammadiyah maupun NU (dua kaum mayoritas negeri) tidak sependapat tentang penentuan hari lebaran (1 syawal). Oleh karenanya kami pilih ulil amri sebagai penentu kebijakan. Kami sendiri tidak merasa sebagai umat Islam aliran kaum tertentu.
2. Walaupun kami akhirnya berlebaran di Yogyakarta, yang tentunya cukup akan merasakan getirnya berpuasa di tengah orang-orang yang sudah berlebaran dan kami bisa saja memilih untuk berlebaran dengan alasan mengikuti jamaah yang ramai, namun kami masih memiliki keragu-raguan seputar penentuan lebaran versi Muhammadiyah :
a. Penentuan lebaran sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya, berarti perhitungan versi Muhammadiyah banyak didasarkan pada perhitungan matematis pada alam namun tidak melihat langsung kondisi alam secara aktual. Hal seperti ini seperti kita menentukan kapan masuk waktu sholat 5 waktu, apakah akan mengikuti tuntunan tertulis yang diulang tiap tahun (jam abadi) ataukah akan langsung melihat kondisi alam yang mendasari perhitungan masuknya waktu sholat? Apabila teknologinya memungkinkan, saya akan mengikuti alternatif ke dua, karena alam raya kita walaupun mengikuti sistem aturan tertentu dalam kerjanya saya percaya tetap terjadi pergeseran-pergeseran sampai hari kiamat nanti.
b. Dalam menentukan Idul Fitri, Muhammadiyah beberapa tahun terakhir selalu kurang sehari dari jadwal di kalender pemerintah. Tapi mengapa Idul Adha selalu bersama-sama? Kemudian bukankah dulu baik Muhammadiyah maupun NU selalu sama, apa yang menyebabkan perhitungan Muhammadiyah bergeser? Untuk hal ini saya kurang tau jawabannya.

Namun sekali lagi, apapun alasannya kami tetap menghormati keputusan kaum manapun untuk menentukan hari lebarannya. Termasuk kaum An-Nadzir di Sulawesi yang sudah kemarin berlebaran. Mudah-mudahan ada pembaca yang bisa kasih comment-comment tentang hal ini untuk menambah ilmu saya. Cuma rasanya agak getir saja melihat orang sedang bersuka cita sementara kita masih dalam perjuangan. Menurut Anda ada yang salah dengan keimanan saya? Yang pasti, saya kangen sekali dengan lebaran di Lampung yang selalu ada ketupat, rendang, opor dan kue-kue.

Labels:

1 Comments:

  • memang sich beberapa tahun terakhir sering terjadi perbedaan penentuan hari lebaran muhammadiyah dgn yang lain,kurang tau juga tuh mulainya pada tahun berapa. namun kalau saya lebih condong kearah muhammadiyah yang lebarannya duluan, soalnya setahu saya, puasa disaat lebaran hukumnya "Haram", jadi harus benar2 yakin ikut lebaran aliran yang mana. kalau merasa penentuan dari muhammadiyah itu benar, yach harus ikut lebaran duluan, kalau ga yakin yach tunggu besoknya.. yang penting hakul yuakin.

    By Anonymous Anonymous, At September 25, 2008 at 11:21 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home